GOWA, Suara Muhammadiyah – Tiga anak di bawah umur dari Dusun Talaborong, Desa Manjalling, Kecamatan Bajeng Barat, Kabupaten Gowa, Sulsel menjadi korban pemurtadan.
Kasus pemurtadan ini sudah berlangsung lama dan sudah memakan tiga orang korban anak dibawa umur, Ini terbongkar setelah orangtua korban mengetahui jika anaknya sudah dibaptis.
Para korban, yakni I, AA (11) dan S (9), telah dibaptis dan disekolahkan di dua lembaga pendidikan non-Islam di Kota Makassar.
Hal itu pun segera dilaporkan ke pihak pemerintah setempat, aparat berwajib serta pihak Majelis Ulama Indonesia (MUI) Kabupaten Gowa.
Gabungan aktivitas ormas Islam dari Kota Makassar dan Gowa, bersama pemeritah setempat serta aparat dari TNI dan Polri, melakukan pertemuan.
Salah satu Tim Ormas Islam yang juga Ketua Majelis Hukum & HAM Pimpinan Daerah Muhammadiyah Gowa Muh. Ikbal mengatakan, dari hasil investigasi dan adovokasi pihaknya menceritakan kronologis bahwa berawal dari surat catatan sipil yang ditujukan kepada pemerintah Desa manjalling yang isinya mempertanyakan tentang permohonan pindah kartu keluarga sekaligus pindah agama yang disertai dengan surat baptis.
“Ada dua nama yang dicantumkan untuk mutasi kartu keluarga yakni abdul azis dan suzanna dari kartu keluarga orang tua kandungnya yang bernama ribu dg sanre’ pindah ke kartu keluarga asuhnya yang bernama sabinus keitimu,” tuturnya.
Ia pula mencari tahu, hal mendasar yang dipertanyakan pihak capil kepada pemerintah Desa manjalling adalah kenapa anak dibawa umur di mutasi status kartu keluarganya kepada orang lain sekaligus berpindah agama, dimana orang tuanya dan apakah orang tuanya setuju atau tidak.
Pertanyaan capil inilah yang menjadi dasar kepala desa manjalling untuk menemui ribu dg sanre’ ayah dari kedua anak ini dan pak desa menanyakan perihal kepindahan kedua anaknya dari kartu keluarganya menjadi anggota keluarga sabinus keitimu seorang pendeta dan guru agama yang mengajar disekolah katolik.
“Hal yang membuat kaget dan marah daeng sare’ adalah ketika kepala desa menanyakan apakah saudara setuju kalau kedua anaknya juga pindah agama, spontan daeng sanre’ menjawab tidak setuju sebab kesepakatannya dengan sabinus hanya sebatas diasuh dan di sekolahkan, dari jawaban inilah pak desa mendesak lebih dalam lagi pengakuan daeng sanre’ dan membuatkan surat pernyataan penolakan ketiga anaknya bila memang benar dia menolak ketiga anaknya di pindah agama kan,” tambahnya.
Sehingga dasar inilah, Majelis Hukum dan HAM melakukan pendampingan advokasi bersama tim.
“Melakukan pendalaman kasus bekerja sama dengan pemerintah Desa manjalling dan seluruh ketua-ketua ormas islam se kecamatan bajeng barat, melakukan assesmen terhadap keluarga daeng sanre’ dari sisi kondisi kehidupan sosialnya sebagai misi kemanusiaan dan melakukan advokasi terhadap keluarga daeng sanre’ sebagai misi advokasi.
Setelah rapat di kantor Desa manjalling maka team Majelis Hukum & HAM PDM Gowa bergerak cepat dan tidak memberi jedah kepada pendeta tersebut untuk lansung menjemput kedua anak daeng sanre’ di tempat mereka di sekolahkan yakni di sekolah Katolik di Makassar.
“Alhamdulillah di hari yang sama kami menjemput kedua anak tersebut dan kami bawa pulang ke Gowa selanjutnya kami titip pengasuhannya di panti asuhan milik muhammadiyah Gowa untuk dibina dan dikembalikan kepada agama semula yakni agama Islam,” tuturnya.
Dengan demikian, Ia menyampaikan bahwa kasus ini sementara dalam pengawalan, pihaknya meminta dukungan untuk masalah ini cepat selesai.
Apresiasi PP Muhammadiyah
Langkah yang diambil PDM Gowa mendapat apresiasi Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah. Ketua PP Muhammadiyah Prof Irwan Akib menganggap langkah tersebut cukup tepat.
“Kami juga menghimbau kepada semua komponen, agar sama – sama menjaga hubungan baik antar umat beragama. Dalam kasus ini, jangan mencoba merusak hubungan, dengan cara-cara yang tidak elegan, dengan memanfaatkan kondisi sosial ekonomi masyarakat untuk melakukan pemurtadan,” ungkap Mantan Rektor Unismuh Makassar ini.
Pendekatan dakwah Muhammadiyah, lanjutnya, menggunakan pendekatan holistik, baik dari segi akidah, maupun sosial ekonomi. (hadi/riz)