Muktamar ke 18 Pemuda Muhammadiyah di Balikpapan telah mendapatkan nama Dzul Fikar Ahmad sebagai Ketua Umum dan Najih Prasetiyo sebagai Sekretarisnya, meskipun muktamar bukan hanya memilih formatur pimpinan, tetapi tak bisa dipungkiri agenda ini yang paling menarik serta menjadi perhatian banyak orang dan kalangan dibanding agenda muktamar lainnya. Sebagaimana layaknya pemilihan pemimpin atau pengurus dalam organisasi apapun pasti tak bisa lepas dari kondisi siapa mendukung siapa dan siapa tak mendukung siapa. Ada kesedihan (kekecewaan) disisi lain dan kegembiraan pada sudut lainnya adalah hal yang wajar, keduanya lahir dari rahim sama yang bernama harapan.
Jika benar kegembiraan maupun kekecewaan itu ada, haruslah segera disudahi dan siapapun yang menjadi nahkoda Pemuda Muhammadiyah Periode 2023-2023 harus tetap didukung, didorong dan dikawal bersama-sama secara proporsional untuk memajukan organisasi. Tantangan dakwah Pemuda Muhammadiyah ke depan tidak bisa dihadapi dengan euphoria berkepanjangan akan sebuah ‘kemenangan’, juga tak akan menjadi ringan dengan kekecewaan tak berkesudahan akan ‘kekalahan’. Kata kemenangan dan kekalahan harus diapit dengan tanda kutip, sebab baik kemenangan maupun kekalahan dalam muktamar itu sejatinya tidak ada, yang ada adalah terealisasi dan tidak terealisasinya sebuah harapan (yang mungkin sudah disertai ikhtiar maksimal). Kotak-kotak mendukung dan tidak mendukung harus segera dimusnahkan sebab itu hanya akan melemahkan. Kenyataan yang sudah terjadi adalah taqdir Tuhan, kesuksesan dan terwujudnya harapan adalah bertemunya cita-cita, ikhtiar serta do’a yang dikabulkan Tuhan. Semua berangkat dan kembali kepada Allah yang menggenggam ketetapan sehingga tak seharusnya ada sakit hati dan kebanggaan berlebihan.
Setiap kelahiran apapun, tak terkecuali kepemimpinan, akan menciptakan harapan. Lagi-lagi harapan akan melahirkan dua kemungkinan, kekecewaan atau kegembiraan. Besar kecilnya kekecewaan dan kegembiraan tergantung besar dan kecinya harapan. Harapan kepada pemimpin Pemuda Muhammadiyah baru ini harus realistis dan rasional, sebab ia bukanlah para ayahanda pemimpin Muhammadiyah yang sudah selesai dengan dirinya, tetapi ia adalah sahabat bagi kawan-kawannya, ia juga seorang warga pada komunitas sosialnya, anak dari orang tuanya, suami dari istrinya, ayah dari anaknya juga pribadi lain yang melekat pada dirinya yang berhak mewujudkan harapannya dan cita-cita untuk hidup bahagia sesuai persepsinya.
Pemuda Muhammadiyah yang besar ini tidak semata-mata akan dilihat melalui dari program kerja dan aktualisasinya, namun juga karakter dan gaya kepemimpinan ketuanya, tidak dinilai hanya dari kegiatan positif organisasinya tapi juga dari laku representatornya. Ini harus benar-benar disadari oleh Dzul Fikar Ahmad, karena sejak saat ini ia telah melahirkan harapan pada ribuan bahkan jutaan kader dan simpatisan organisasinya. Ada yang optimis, ada yang psimis dan ada yang di ambang harap-harap cemas namun semua harus direngkuh dengan cinta serta dipergauli dengan mesra, semua harus dan akan dijawab dengan kerja serta karya nyata.
Penyakit yang sering melekat pada seorang pemenang, bahkan pihak-pihak pendukung pemenang adalah bertambahnya kepercayaan diri, kepercayaan diri harus diposisikan presisi, sebab jika berlebihan dan tidak proporsional bisa melahirkan keangkuhan, keangkuhan sering mendorong pada kedzoliman. Kedzoliman akan merusak kebersamaan, sementara kekuatan kita adalah kebersamaan.
Agam Setyo